KOMUNITAS: Sekolah Rakyat


Suatu sore di bulan puasa, kami berkunjung ke Jl. Kol. H. Syarifudin Yoes RT 03 no.127C. Kecuali kamu pak pos atau kebetulan tinggal disana, pasti kamu nggak tau itu ada dimana. Oh, dan kecuali kamu pernah berkunjung ke Sekolah Rakyat. Jadi di salah satu teras warga di kelurahan Sepinggan sedang ada kegiatan belajar mengajar untuk anak-anak putus sekolah yang diadakan oleh temen-temen dari Sekolah Rakyat. Apa sih Sekolah Rakyat? Langsung simak cerita dari kepala sekolahnya!


Gimana sih awal mula terbentuknya Sekolah Rakyat (SR)?
Ada temen kami namanya Rahman, tinggalnya di Sepinggan. Dia yang ngasih tau kalo disana ada masalah di bidang pendidikan. Banyak anak-anak yang nggak sekolah karena nggak punya dana. Masih ada orangtua yang berpikir, “perut aja belum terpenuhi, mau menuhin otak”, kasarnya sih gitu. Saya dan dua orang teman, Aldy Fauzan dan Jaka Sandjaya, banyak membahas tentang masalah ini sampai kemudian bergerak menjalankan program yang kami namakan Sekolah Rakyat ini.

Konsep dasarnya seperti apa?
SR ini sekolah alam, bebas. Jadi kita juga nggak kasih bangunan gedung, nggak pake jadwal. Karena kita udah ngerasain lah gimana capeknya sekolah. Kami nggak mau buat sekolah yang membosankan, maunya bikin bentukan bahwa pendidikan itu menyenangkan. Selain belajar, kami ngajak anak-anak ngelola tanah disekitar rumah mereka semisal nanem cabe, diajarin nari dayak, art day tiap sebulan sekali. Perkembangan anak secara garis besar kami bagi dua: pertama adalah anak-anak yang kita persiapkan untuk memang mengikuti pelajaran, atau yang kedua adalah anak-anak yang kita persiapkan untuk mengikuti pelajaran alternatif. Misalnya gini, anak ini jago matematika, jago dalam mengikuti pelajaran sesuai kurikulum, maka mereka bisa diperjuangkan lewat kurikulum tadi. Tapi buat anak-anak yang tidak bisa, kita harus mencari jalan lain, apa yang bisa kita lakukan buat dia. Yang mereka punya apa, yang mereka mampu apa, yang mereka suka apa, itu yang dikembangkan.

Berapa jumlah anak didiknya?
Total ada 24 anak, tinggalnya di lingkungan sini juga dan mereka belum ada yang ngejalanin pendidikan formal.

Adakah semacam pembagian kelas atau tingkat?
Kami membagi kelas berdasarkan kemampuan anak, jadi bukan ngikutin umurnya. Jadi ada 4 kelas: Kelas A itu untuk anak-anak yang baru belajar gimana bentuknya huruf A B C, bentuk angka, mungkin setingkat PAUD/TK. Kelas B belajar setingkat kurikulum kelas 1-3 SD, Kelas C setingkat kelas 4-6 SD. Dalam konsepan kami ada Kelas D untuk setingkat SMP-SMA tapi belum ada anak didik yang ngisi, sih.

Trus, ada ulangan atau ujian gitu nggak? Nggak ada, SR sekolah rock and roll. Haha. Tapi untuk naik kelasnya tetep ada, dilihat dari perkembangan dan kemampuan anak. Rapor juga nggak ada, paling semacam catatan harian untuk liat kemampuannya sampai mana.

Sekolah Alam (dok. pribadi)

Kelasnya ada tiap hari apa aja?
Jumat, Sabtu, dan Minggu dari jam 4 sampai sekitar jam 6. Nggak ada jadwal pelajarannya, tergantung mereka mau belajar apa. Jadi kalo hari ini mereka mau belajar Bahasa Indonesia, it’s okay, kita akan ngasih pelajaran bahasa indonesia. Kalo mereka cuma mau datang mainan juga nggak masalah. Tapi kalo misalnya mereka pengen matematika melulu nanti dibilangin, “Ah masa matematika mulu nih,” gitu. Dipancing buat belajar yg lain.

Pengajarnya ada berapa orang?
Temen-temen yang rutin dateng dan emang intens ngelola Sekolah Rakyat ada sekitar 10 orang, trus ditambah volunteer yang dateng silih berganti, cukup banyak juga. Bahkan kadang bisa dua anak didampingi satu pengajar, jadi ngajarnya lebih intensif dan diskusinya pun lebih enak.

Sejauh ini gimana progres anak-anak didik dan program SR sendiri?
Bisa dibilang berkembang dengan baik lah, mengingat dulu waktu awal mulai, belajarnya di rumah salah satu warga, dengan 28 anak dan 6 pengajar, nggak ada lampu dan listrik. Padahal waktu ngajarnya tiap hari dari sore sampai malem, jadilah kita bawa-bawa lilin dan lampu teplok sendiri. Sekarang tempatnya lebih enak, di teras jadi nggak sumpek, lebih luas juga. Perlengkapan seperti meja dan buku juga udah lebih banyak. Trus semakin SR dikenal, semakin banyak juga yang mengajukan diri jadi sukarelawan.


Sebelum di bangun atap (dok. pribadi)

Pendanaannya SR berasal darimana?
Pendanaan biasanya dari sumbangan dan volunteer, bantingan. Nih, kayak ngebangun atap ini (teras SR dulu belum ada atapnya.red), meja lipat, buku-buku, papan tulis. SR ini independen, kami nggak mau jadi di bawah atau di atas apapun, maka untuk pendanaan, kami menerima siapa aja yang ingin membantu, tapi kami nggak pengen kalo kemudian jadi diatur oleh pemberi dana.

Menurut kamu, apa yang saat ini paling diperlukan SR?
Nah ini, aku juga banyak nerima pertanyaan ini dari volunteer. Aku cuma bilang, dateng aja ke SR. Kamu yang nentuin menurut kamu SR perlu apa, karena aku lebih pengen kalian liat dulu. Jadi kami nggak pengen nuntut “kami perlu papan tulis” gitu. Kalo menurut kamu kami perlu papan tulis, silahkan kasih papan tulis.

Pesan apa yang pengen kamu tanamkan ke mereka?
Tidak berhenti belajar, karena belajar tidak hanya di sekolah. Hidup adalah belajar. Sesuai slogan SR: Belajar sama-sama, sama-sama belajar. 
Alam raya sekolahku, semua orang itu guru. 

Initiator, headmaster, and our interviewee: Fahrozi Robyanto (dok. pribadi)

--------------------------

Terinspirasi dan ingin menyumbang? Interaksi lebih lanjut dengan Sekolah Rakyat bisa melalui @sekolah_rakyat atau @ociRBY. 

0 komentar:

Posting Komentar

About Lorem

Diberdayakan oleh Blogger.

Flickr Gallery